Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
mengacu pada landasan idiil pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945.
Dalam sejarahnya, pengertian dan pelaksanaan demokrasi terus mengalami
perkembangan. Yaitu :
1. Demokrasi liberal
Pada tanggal 14 november 1945
pemerintah RI mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan sistem pemerintahan
presidensial menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal.
Kritik yang selalu dilancarkan kaum
oposisi bukan membangun melainkan menyerang pemeritah. Oleh karena itu,
pemerintahan tidak pernah stabil. Untuk menyelamatkan Negara, presiden soekarno
mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 yang berisi :
1. Pembubaran konstituante
2. Berlakunya kembali UUD’45 dan tidak
berlakunya lagi UUDS’50
3. Pembentukan MPR sementara dan DPA
sementara
2. Demokrasi pada masa orde lama
Sebagaimana telah dikemukakan dengan
keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD’45
maka demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer berakhir.
Ciri-ciri pemerintahan pada masa ini adalah sebagai berikut :




Dalam pelaksanaan
demokrasi terpimpin terjadi banyak penyimpangan dalam penganbilan keputusan,
antara lain :






Gejala pemusatan kekuasaan ini bukan saja bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi, bahkan cenderung otoriter. Memburuknya keadaan ini
mencapai puncak dengan adanya pemberontakan G 30 S/PKI. Dengan adanya itu masa
demokrasi terpimpin berakhir.
3. Demokrasi pada masa orde baru
Pada awal orde baru dalam rangka usaha untuk meluruskan
kembali penyelewengan terhadap UUD’45 dilakukan tindakan yang bersifat
korektif, yaitu :




Sistem pemerintahan pada
masa orde baru dikenal dengan demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila
mempunyai kekhasan tersendiri yang sesuai dengan budaya politik bangsa yaitu
sejauh mungkin dengan musyawarah atau mufakat.
Pemusatan kekuasaan pada
masa ini telah mengakibatkan DPR, DPRD, dll tidak mampu menjalankan fungsi
control sebagaimana mestinya. Akibatnya berbagai penyimpangan, korupsi, kolusi,
nepotisme berlangsung secara luar biasa. Penyimpangan ini berlanjut menjadi
krisis kepercayaan politik. Yang memaksa presiden RI soeharto turun dari
jabatannya pada tanggal 21 mei 1998 dengan melimpahkan wewenang kepada wakil
presiden B.J Habibie.
4. Demokrasi pada masa orde reformasi
Pengunduran diri soeharto merupakan puncak perjuangan gerakan reformasi menumbangkan
rezim otoriter orde baru. Pemerintah reformasi pada masa itu menghendaki
pemberdayaan lembaga Negara, potensi bangsa, dan akuntabilitas kekuasaan.
Pemberdayaan lembaga Negara diawali dengan pemisahan pimpinan MPR dengan DPR.
Selanjutnya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan presiden, sejak
awal sampai akhir masa jabatan MPR mengadakan sidang tahunan dengan agenda
utama menanggapi laporan presiden mengenai perkembangan bangsa dan Negara
termasuk pelaksanaan GBHN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar